Jumat, 17 Agustus 2012

Perbankan di Jaman Bani Abbasiyah


Istilah bank memang tidak dikenal dalam khazanah keilmuan Islam. Yang dikenal adalah istilah jihbiz. Kata ‘Jihbiz’ berasal dari bahasa Persia yang berarti penagih pajak. Istilah jihbiz mulai dikenal di jaman Mu’awiyah, yang ketika itu fungsinya sebagai penagih pajak dan penghitung pajak atas barang dan tanah.
Di jaman Bani Abbasiyah, jihbiz populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada jaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga. Sebelumnya uang yang digunakan adalah dinar (terbuat dari emas) dan dirham (terbuat dari perak). Dengan munculnya fulus, timbul kecenderungan di kalangan para gubernur untuk mencetak fulusnya masing-masing, sehingga beredar banyak jenis fulus dengan nilai yang berbeda-beda. Keadaan inilah yang mendorong munculnya profesi baru yaitu penukaran uang. Di jaman itu, jihbiz tidak saja melakukan penukaran uang namun  juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Bila di jaman Rasulullah SAW satu fungsi perbankan dilaksanakan oleh satu individu, maka di jaman Bani Abbasiyah ketiga fungsi utama perbankan dilakukan oleh satu individu jihbiz.

Pengertian Kepuasan Pelanggan Menurut Para Ahli


Salah satu faktor yang dapat menunjang peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan suatu perusahaan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan akan membeli kembali barang atau jasa perusahaan. Untuk memperjelaskan maksud uraian tersebut, maka dalam hal ini akan dikemukakan beberapa pengertian kepuasan pelanggan menurut para ahli , antara lain :
1.Menurut pendapat Tse dan Wilton (1988) pengertian kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan setelah pemakaiannya.
2. Menurut pendapat Engel (1995) pengertian kepuasan pelanggan adalah sebagai evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan pelanggan.
3. Menurut pendapat Kotler (1997) pengertian kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan perasaan seseorang yang merupakan hasil perbandingan antara penilaian kinerja/hasil akhir produk dalam hubungannya dengan harapan pelanggan.
Dari pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan perbedaan/ kesenjangan antara harapan sebelum pembelian dengan kinerja atau hasil yang dirasakan setelah pembelian. Pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau organisasi, maka yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa yang mereka dan mereka dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Setiap orang dalam perusahaan harus bekerja dengan pelanggan internal dan eksternal untuk menentukan kebutuhan mereka dan bekerja sama dengan pemasok internal dan ekseternal.
Ada beberapa unsur penting dalam kualitas yang ditentukan pelanggan yaitu:
1. Pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi. Kelangsungan hidup organisasi tergantung pelanggan.
2. Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang telah melakukan pembelian berkali-kali (pembelian ulang) dari organisasi yang sama. Pelanggan yang puas dengan kualitas produk atau jasa yang dibeli dari suatu organisasi menjadi pelanggan yang dapat diandalkan. Oleh karena itu kepuasan pelanggan sangat penting.

Pengertian Hukum Perbankan dan Fungsi Perbankan di Indonesia


Salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia terletak pada industri perbankan. Pengakuan secara yuridis formal mengenai eksistensi perbankan sudah berlangsung lebih kurang 39 tahun sejak dilahirkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 didasarkan kepada pemikiran dan jiwa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XVIII/MPRS/1966 yang menginginkan perlunya penilaian kembali terhadap Tata Perbankan. Pengaturan Tata Perbankan dilandasi kepada hal-hal sebagai berikut: pertama, tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter pemerintah di bidang perbankan; kedua, memobilisasikan dan memperkembangkan seluruh potensi yang bergerak di bidang perbankan berdasarkan asas-asas demokrasi ekonomi; ketiga, membimbing dan memanfaatkan segala potensi tersebut bagi kepentingan perbaikan ekonomi rakyat. Dalam undang-undang tersebut tidak dijumpai pernyataan yang tegas mengenai fungsi perbankan Indonesia. Dengan demikian, pengertian dari hukum perbankan adalah himpunan peraturan berupa UU, peraturan Pemerintah dan keputusan-keputusan lainnya yang dikeluarkan instansi yang berwenang, yang berkaitan dengan bank dan transaksi perbankan lainnya.
Sesuai dengan dinamika perekonomian nasional dan internasional diikuti perubahan budaya yang bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks dan meluas, maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 perlu disusun kembali dengan mengadakan pembaharuan pada tataran idealistik hukum sehingga mampu menyahuti realistik hukum. Pembaharuan diawali dengan adanya indikasi perubahan di bidang perbankan sejak tahun 1983 yang diikuti dengan kebijakan baru di bidang moneter dan perbankan yang dikenal dengan tahap awal deregulasi. Kebijakan selanjutnya diikuti dengan Paket Juni (Pakjun) 1983, disusul dengan Paket Oktober (Pakto) 1988, Pakjun 1990, Paket Februari 1991, dan mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Melalui undang-undang ini dinyatakan bahwa perbankan memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Fungsi perbankan tersebut pada era reformasi tetap dikukuhkan dan tidak mengalami perubahan sebagaimana terlihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 ini membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Dengan fungsi perbankan yang demikian maka kehadiran bank di dalam masyarakat sebagai badan usaha memiliki arti yuridis dan peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan nasional. Dalam agenda pembangunan nasional tahun 2004 – 2009 secara politis dikatakan bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainnya belum mantap. Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap produk perbankan dan keuangan yang semakin bervariasi dan kompleks, serta dalam mengantisipasi globalisasi perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi, telah meningkatkan arus transaksi keuangan masuk dan keluar Indonesia. Pernyataan politik hukum ini pada tataran landasan teknis operasional menghendaki adanya perubahan Undang-Undang Perbankan di masa yang akan datang. Politik hukum yang dimaksudkan adalah aktivitas memilih suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dengan keharusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara-cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kaitannya dengan politik hukum perbankan adalah bagaimana arahan dari kehendak pelaku politik yang memiliki beraneka kepentingan hukum untuk mewujudkan tujuan negara, dan dalam hal yang kongkret politik hukum merupakan alat untuk merespons persoalan perbankan melalui pembuatan undang-undang dalam rangka mencapai tujuan negara. Beberapa hal yang harus disikapi adalah dengan meletakkan asas hukum (rechtsbeginsel, principle of law) perbankan yang sesuai dengan cita-cita masyarakat terkini dengan tetap mempertahankan eksistensi prinsip kepercayaan dan kehati-hatian (prudential banking) dalam menjalankan usaha bank. Selain itu, pengelolaan bank harus didasarkan kepada asas-asas tata pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).
Pada saat ini pelaksanaan fungsi perbankan terlihat dari pengaturan usaha bank yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perbankan. Usaha bank yang dimaksud tidak bersifat limitatif melainkan enumeratif, sehingga memungkinkan hubungan antara bank dengan nasabahnya untuk melakukan perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam arti yuridis, fungsi perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat merupakan esensi perjanjian yang meliputi 2 (dua) hal yaitu menghimpun dana dari masyarakat, disebut sebagai perjanjian simpanan, dan menyalurkan dana ke masyarakat, disebut sebagai perjanjian kredit bank. Perjanjian simpanan dan perjanjian kredit bank pada bank konvensional berbeda dengan perjanjian simpanan dan perjanjian pembiayaan pada bank syariah. Perbedaan ini terletak pada filsafat yang dianut dari kedua sistem bank yang bersangkutan. Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, sedangkan bank konvensional memakai sistem bunga dalam kegiatan usahanya. Di samping itu, terdapat perbedaan pada aspek operasional, sosial, dan organisasinya. Sebenarnya istilah bank konvensional kurang tepat jika hendak dipersandingkan atau diperlawankan dengan bank syariah. Lebih tepat dipakai frase “bank non-syariah”. Seolah-olah bank konvensional itu kuno, kolot, dan tidak membawa perubahan. Kenyataan yuridis dalam ius constitutum, figur-figur hukum yang lahir dari produk bank non-syariah lebih besar frekuensinya dibandingkan dengan bank syariah. Kedua bentuk perjanjian tersebut akan dilihat dalam perspektif hukum perdata yang mencakup hukum perjanjian pada satu sisi dan hukum benda pada sisi lainnya khususnya hukum jaminan.

Pengertian Efisiensi


Dalam mengukur efisiensi lembaga perbankan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menjelaskan konsep efisiensi yang akan digunakan. Sebagaimana dikemukakan oleh Berger and Mester (1997), salah satu sumber perbedaan hasil penelitian efisiensi adalah perbedaan konsep yang dipakai. Terdapat berbagai konsep efisiensi yang dikemukakan oleh para peneliti meskipun pada akhirnya dapat di cari titik temu dalam pengertiannya.
Berger dan Mester mengemukakan 3 konsep efisiensi ekonomis (economic efficiency) yang dianggapnya paling penting, yaitu: (1) cost efficiency, (2) standard profit efficiency, dan (3) alternative profit efficiency. Cost efficiency mengukur tingkat kedekatan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh suatu bank dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh bank terbaik (best practice bank) untuk menghasilkan jumlah output yang sama dalam kondisi yang sama. Semakin dekat bank tersebut kepada bank terbaik yang menjadi acuan maka akan semakin tinggi tingkat efisiensinya. Sebaliknya, semakin jauh bank tersebut dari bank terbaik akan semakin rendah tingkat efisiensinya.
Berbeda dengan cost efficiency, pendekatan standard profit efficiency menggunakan variabel laba (profit) sebagai pengganti variabel biaya (cost). Standard profit efficiency mengukur seberapa dekat sebuah bank kepada tingkat maksimum profit yang mungkin dihasilkan pada tingkat tertentu harga-harga input dan output. Pendekatan ketiga, alternative profit efficiency, merupakan pengembangan terbaru yang cukup menarik dalam analisa efisiensi. Pendekatan ini bisa membantu bila beberapa asumsi yang mendasari pendekatan cost efficiency dan standard profit efficiency tidak terpenuhi. Konsep efisiensi ini mengukur seberapa dekat suatu bank kepada perolehan profit maksimum dengan tingkat output tertentu, bukan tingkat harga dari output.
Agak berbeda dengan kategori di atas, Barr, et al. (1999) membedakan konsep efisiensi ke dalam 2 kategori, yaitu productive efficiency dan economic efficiency. Productive efficiency mengukur perbadingan tingkat input terhadap tingkat output. Untuk menjadi efisien sebuah perusahaan harus memaksimalkan output pada tingkat input tertentu atau meminimalkan input untuk tingkat output tertentu. Sementara itu, economic efficiency mengandung pengertian yang lebih luas dari pada productive efficiency. Konsep ini mencakup pengertian pemilihan yang optimal dari tingkat dan kombinasi (levels and mixes) input dan output berdasarkan reaksi terhadap harga-harga pasar. Untuk menjadi efisien, sebuah perusahaan harus berusaha mengoptimalkan pencapaian sasaran ekonomis (economic goal), seperti minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan. Dalam hal ini, economic efficiency menghendaki tercapainya productive efficiency dan allocative efficiency. Dari uraian ini dapat dilihat bahwa Barr et al. mengemukakan tiga konsep efisiensi, yaitu productive efficiency, allocative efficiency, dan economic efficiency.
Yi-Kai Chen (2001) dalam penelitiannya mengenai efisiensi lembaga perbankan memberikan konsep efisiensi yang agak berbeda dari yang telah dikemukakan di atas. Menurut peneliti ini, efisiensi lembaga perbankan dapat dipecah menjadi empat macam efisiensi yaitu scale efficiency, scope efficiency, pure technical efficiency, dan allocative efficiency. Scale efficiency adalah pengukuran tingkat efisiensi berkaitan dengan skala usaha bank yang biasanya digambarkan oleh jumlah assetnya. Penelitian yang dilakukan oleh Humphrey (1990) mengungkapkan bahwa kurva average cost industri perbankan berbentuk U-shape agak datar dimana kelompok bank berskala medium terlihat sedikit lebih efisien dibandingkan dengan kelompok bank berskala besar dan beskala kecil. Walaupun demikian, penelitian ini tidak dapat menunjukkan secara tepat titik terendah dari kurva U-shape tersebut sebagai titik efisiennya (the scale efficient point).
Scope efficiency mengukur tingkat efisiensi bank berkaitan dengan ruang lingkup (scope) usaha bank. Efisiensi diukur berdasarkan tingkat scope of economies. Jika terdapat scope of economies berarti bank yang mempunyai produk beragam (multiple products) lebih efisien dari pada bank spesialis. Sebaliknya, dalam keadaan terdapat scope diseconomies maka bank spesialis beroperasi secara lebih efisien dibandingkan dengan bank dengan multiple products.
Technical efficiency berkaitan dengan maksimalisasi output atau minimalisasi input sementara allocative efficiency berkaitan dengan pemilihan kombinasi input yang yang tepat. Berkaitan dengan ini, Farrel (1957) telah mengemukakan bahwa efisiensi sebuah perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu: (1) technical efficiency, dan (2) allocative efficiency. Technical efficiency menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tingkat output yang maksimal pada tingkat input tertentu. Sedangkan allocative efficiency menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memilih kombinasi input yang optimal pada tingkat harga dan teknologi tertentu. Selanjutnya kedua pengukuran ini dapat dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pengukuran yang lebih luas yang dikenal dengan “total economic efficiency,” atau cost efficiency bila yang menjadi perhatian adalah cost bukan produksi.
Pada akhir-akhir ini, penelitian mengenai efisiensi lembaga perbankan banyak memberikan perhatian pada masalah X-efficiency yang didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara biaya minimum yang seharusnya dikeluarkan dengan realisasi biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk memproduksi tingkat output tertentu. Karena biaya minimum yang seharusnya dikeluarkan merupakan titik efficient frontier maka X-inefficiency dapat diartikan sebagai deviasi dari efficient frontier. Deviasi tersebut dapat disebabkan oleh penggunaan input yang berlebihan (technical inefficiency) dan kesalahan dalam pemilihan kombinasi input (allocative inefficiency). Konsep X-inefficiency ini diperkenalkan oleh Leibenstein (1966) yang menyatakan bahwa, karena berbagai alasan, orang dan organisasi biasanya tidak bekerja sekeras dan se-efektif kemampuan maksimalnya. Menurut penelitian terhadap lembaga-lembaga perbankan di Amerika Serikat ternyata bahwa X-inefficiencies lebih besar dan cenderung mendominir scale dan scope inefficiencies.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, batasan dan pengembangan konsep efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut. Tahap awal dari konsep efisiensi adalah technical efficiency yang memusatkan perhatian pada kemampuan perusahaan menggunakan input dalam menghasilkan output dibandingkan dengan best practice. Selanjut perhatian juga diarahkan pada kemampuan perusahaan untuk memilih kombinasi yang optimal dari input pada tingkat output dan harga input tertentu sehingga muncul konsep allocative efficiency. Kombinasi dari kedua pengukuran ini menghasilkan cost efficiency atau X-efficiency. Bahkan beberapa peneliti, seperti Barr et al. dan Berger & Mester sudah memasukkan kombinasi ini kedalam kategori economic efficiency meskipun ruang lingkup pengertian economic efficiency ternyata berkembang lebih luas lagi. Tahap terakhir adalah pengembangan konsep economic efficiency dengan mempertimbangkan aspek-aspek lainnya seperti profit, ruang lingkup usaha (scope), dan skala usaha (scale).

Pengertian Bank Syariah


Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknyamemberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaranuang yang beroperasi yang disesuaikan dengan prinsip syariah. Oleh karena ituusaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang yang merupakan barangdagangan utamanya (Sudarsono, 2003: 27).
UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan tentang pengertian prinsip syariahyaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lainuntuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatanlainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan(murabahah), atau dengan adanya pilihan memindahkan kepemilikan barang yangdisewa dari pihak bank oleh pihak lain.
Warkum Sumitro menyebutkan definisi Bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara islam,yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-qur'an dan Al-Hadits. Didalam operasionalisasinya bank islam harus mengikuti dan praktek-praktek usahayang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah adasebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha barusebagai hasil ijtihad para ulama yang tidak menyimpang dari ketentuan Alqur'andan Al-Hadits.

Pengertian ATM


Kartu ATM adalah kartu khusus yang diberikan oleh bank kepada pemilik rekening, yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara elektronis atas rekening tersebut. Pada saat kartu digunakan bertransaksi, akan langsung mengurangi dana yang tersedia pada rekening.
Apabila digunakan untuk bertransksi di mesin ATM, maka kartu tersebut dikenal sebagai kartu ATM. Namun apabila digunakan untuk bertransaksi pembayaran dan pembelanjaan non-tunai dengan menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture), maka kartu tersebut dikenal sebagai Kartu Debit.Bagi kamu yang sudah mempunyai tabungan di
bank entah itu bank milik pemerintah atau milik swasta tentunya kenal dengan kartu ATM, karena pada saat pertama kali membuka tabungan atau membuka rekening di suatu bank akan dijelaskan oleh bagian Customer Service nya mengenai produk dan layanan yang disediakan oleh bank tersebut, dan salah satunya adalah ATM. Tapi terkadang Customer Service tidak menjelaskan secara rinci apa itu ATM, calon nasabah pun kadang juga malu jika bertanya lebih detail apa itu ATM. Bagi kamu yang ingin tahu lebih rinci mengenai kartu ATM, dibawah ini akan dijelaskan secara rinci apa itu pengertian ATM.Pengertian ATM dikenal dengan Anjungan Tunai Mandiri. ATM merukan alat elektronik yang diberikan oleh bank yang kepada pemilik rekening yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara elektronis seperti mengecek saldo, mentransfer uang dan juga mengambil uang dari mesin ATM tanpa perlu dilayani seorang teller. Setiap pemegang kartu diberikan PIN (personal identification number), atau nomor pribadi yang bersifat rahasia untuk keamanan dalam penggunaan ATM.

Sumber :

Jenis-Jenis Bank


Sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, jenis bank dapat dibedakan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
1. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum. Bank Umum sering juga disebut Bank Komersial. Usaha-usaha bank umum yang utama antara lain:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. memindahkan uang;
e. menempatkan dana pada atau meminjamkan dana dari bank lain;
f. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga;
g. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
Bank umum di Indonesia dilihat dari kepemilikannya terdiri atas:
a. Bank Pemerintah, seperti BRI, BNI, BTN.
b. Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD DKI Jakarta.
c. Bank Swasta Nasional Devisa, seperti BCA, NISP, Bank Danamon.
d. Bank Swasta Nasional Bukan Devisa.
e. Bank Campuran, contoh Sumitomo Niaga Bank.
f. Bank Asing, seperti Bank of America, Bank of Tokyo.
Bank umum ada yang disebut Bank Devisa dan Bank Non Devisa:
1. Bank Umum Devisa artinya yang ruang lingkup gerak operasionalnya sampai ke luar negeri. Seperti bank tersebut dapat membuka letter of credit (LC), layanan transfer ke luar negeri, membuka tabungan dalam mata uang asing, dan lain-lain.
2. Bank Umum Non Devisa artinya ruang lingkup gerak operasionalnya di dalam negeri saja.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat, diantaranya:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, dan tabungan;
b. memberi kredit;
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah; dan
d. menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Pembagian bank selain didasarkan Undang-Undang Perbankan dapat juga dibagi menurut kemampuan bank menciptakan alat pembayaran, yang meliputi:
1. Bank Primer yaitu bank yang dapat menciptakan alat pembayaran baik berupa uang kartal maupun uang giral. Bank yang termasuk kelompok ini adalah:
a. Bank Sentral atau Bank Indonesia sebagai pencipta uang kartal. Selain itu tugas Bank Sentral diantaranya:
- menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
- mengatur dan mengawasi bank.
b. Bank Umum sebagai pencipta uang giral (uang yang hanya berlaku secara khusus dan tidak berlaku secara umum).
2. Bank Sekunder yaitu bank yang tidak dapat menciptakan alat pembayaran dan hanya berperan sebagai perantara dalam perkreditan yang tergolong dalam bank ini adalah Bank Perkreditan Rakyat.

GIRO


Pengertian giro menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan/dana pihak ketiga, dimana penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan media yaitu cek (cheque), bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya.
Dana yang dihimpun tersebut bagi bank adalah merupakan utang jangka pendek, sebab dana yang tersimpan tersebut dapat ditarik setiap saat sepanjang dananya mencukupi. Setiap penarikan dan penyetoran akan diadministrasikan oleh bank sesuai dengan jenis transaksi dan setiap akhir bulan nasabah menerima laporan transaksi, yang disebut dengan Rekening Koran.

Faktor–faktor yang diperhatikan dalam Penetapan Suku Bunga


Adapun faktor–faktor yang perlu diperhatikan dalam penetapan suku bunga, yaitu :
  1. Biaya dana itu sendiri dalam pengertian sebagai cost of fund, cost of money, cost of loanable fund ataupun sebagai cost of borrowing fund.
  2. Faktor nasabah, di dalam kondisi pasar yang bersaing harga akan terjadi padatitik kesepakatan antara pembeli dan penjual. Hal ini mungkin akan terjadikerena pembeli adalah mempunyai hak sepenuhnya untuk memilih harga dari jasa bank (suku bunga kredit) yang akan dibelinya dengan tingkat yang paling baik baginya.
  3. Bank pesaing. Untuk merebut nasabah sebanyak mungkin sesuai masing– masing target, harga atau dalam hal ini tingkat suku bunga kredit akanmerupakan faktor yang menentukan pula. Jadi dalam penetapan suku bungakredit ini perlu dipertimbangkan pula.
  4. Mutu pelayanan. Para pengusaha dalam melaksanakan kegiatannya selalu berharap akan memperoleh kepastian, ia berani membayar lebih mahal untuk memperoleh kepastian tersebut. Hingga tidak jarang seorang nasabah bersedia membayar suku bunga kredit yang lebih tinggi apabila keputusan permohonan kreditnya dapat diterima saat itu juga.
  5. Resiko usaha. Hampir pada setiap jenis usaha mengandung risiko baik risikoyang besar atau yang kecil sifatnya. Adanya risiko–risiko yang akan dihadapioleh para pengusaha ini perlu diperhitungkan pula oleh bank dalam penetapan suku bunga kreditnya. Semakin rendah risiko tentu suku bunganya akan lebih murah dan sebaliknya pada risiko usaha yang tinggi suku bunga kreditnya pun juga lebih tinggi. 
  6.  Faktor–faktor di atas dapat secara sendiri–sendiri menentukan tingkatsuku bunga kredit tetapi pada situasi yang lain dapat pula secara bersama-samauntuk membentuk suku bunga kredit yang akan ditawarkan kepada pihak nasabahdalam kegiatan perencanaan kredit (Pudjo, 1989).

Bunga Bank


Ada 2 macam jenis bunga yang diberikan nasabah (Kasmir, 2003):

1. Bunga SimpananMerupakan harga beli yang harus dibayar Jenis Suku bank kepada nasabah pemilik simpanan. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito.

2. Bunga Pinjaman (suku bunga kredit)Merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam (debitur) atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Disebut juga bunga kredit. Suku bunga simpanan dan pinjaman bank merupakan komponenutama biaya dan pendapatan bagi bank.

Deposito


Deposito adalah uang yang disimpan di bank yang hanya bisa diambil setelah jangka waktu tertentu (sesuai perjanjian, misal setelah 1 thn, setelah 3 thn ato setelah 5 tahun). 

Jasa yang diterima atas deposito adalah bunga deposito, yang dihitung dengan rate tertentu dikali dengan Jumlah depositonya. rate-nya lebih tinggi sedikit dibanding bunga tabungan dan tidak pernah lebih tinggi dari bunga kredit.

Klo deposito syariah, balas jasa deposito disebut Nisbah (bagi hasil). Besaran Nisbah ini dihitung dengan cara membagi jumlah deposito yang dimiliki seseorang dangan total deposito yang dimiliki semua orang di Bank itu (catatan: produk deposito yang sama), kemudian dikalikan dengan bagi hasil total.
Sedangkan Tabungan adalah uang yang disimpan di bank dan dapat diambil setiap saat oleh nasabah yang bersangkutan. Setiap bulan mendapatkan bunga tabungan.

Senin, 30 April 2012

TABUNGAN


PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata tabungan atau menabung, menabung sangatlah penting bagi yang mempunyai penghasilan lebih, banyaksekali keuntungan jika menabung dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa jenis tabungan yaitu: tabungan pembangunan nasional(Tabanas), taska, ONH, dan tabungan lainnya

LANDASAN TEORI
Menurut Undang-Undang perbankan No.10 tahun 1998 tabungan adalah simpanan yang penarikanya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati,tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,bilkyet giro atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.(Kasmir,SE.,MM : 2002:84).

PEMBAHASAN
Tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsikan. Jadi disimpan dan akan digunakan di masa yang akan datang. Pendapatan merupakan faktor utama yang terpenting untuk menentukan konsumsi dan tabungan.
Dalam praktik perbankan di Indonesia dewasa ini terdapat beberapa jenis- jenis tabungan. Perbedaan jenis tabungan ini hanya terletak dari fasilitas yang diberikan kepada si penabung. Dengan demikian maka si penabung mempunyai banyak pilihan. Jenis-jenis tabungan yang diselenggarakan bank pada umumnya sebagai berikut :
a. Tabungan Pembangunan Nasional ( Tabanas ), merupakan bentuk tabungan yang tidak terikat oleh jangka waktu dengan syarat penyetoran dan pengambilan, tabanas pertama kali diatur pada tahun 1971. Tabanas tersebut terdiri dari :
1. Tabanas Umum Yaitu tabanas yang berlaku bagi perorangan yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri oleh penabung yang bersangkutan.
2. Tabanas Pemuda, Pelajar dan Pramuka ( Tappelpram ) Yaitu tabanas khusus yang dilaksanakan secara kolektif melalui organisasi pemuda, sekolah dan satuan pramuka yang pertama kalinya diatur dalam piagam-piagam kerja sama antara Bank Indonesia dan departemen PDK serta Depdagri dan antara Bank Indonesia dan Kwarnas Pramuka, pada tanggal 22 Februari 1974.
3. Tabungan Pegawai Yaitu tabanas khusus para pegawai dari semua golongan kepangkatan di lingkungan Departemen/Lembaga/Instansi Pemerintah dan Perusahaan Pemerintah maupun Swasta yang pelaksanaan penyetorannya dilakukan secara kolektif.
b. Taska, merupakan bentuk tabungan yang dikaitkan dengan asuransi jiwa, yang pertama kali diatur tahun 1971.
c. Tabungan ONH, merupakan setoran ongkos naik haji atas nama calon jemaah haji untuk setiap musim haji yang bersangkutan. Besarnya setoran dimuka berdasarkan prinsip diskonto untuk setiap musim haji, ditetapkan pertama kali oleh Keppres pada tahun 1969.
d. Tabungan lainnya, merupakan tabungan selain Tabanas dan Taska, misalnya tabungan dari pegawai bank sendiri yang bukan Tabanas dan Taska atau tabungan masyarakat pada bank-bank lain yang bukan penyelenggara Tabanas ataupun Taska.

KESIMPULAN
Tabungan digunakan semua kalangan untuk menabung uangnya. Ada beberapa jenis tabungan di indonesia yaitu: tabungan pembangunan nasional(Tabanas), taska, ONH, dan tabungan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://wigiyanti.wordpress.com/2009/06/18/pengertian-tabungan-deposito-giro-dan-kliring/

SEJARAH BANK


 PENDAHULUAN
Bank adalah sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan. Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat banyak. Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.

LANDASAN TEORI
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
PEMBAHASAN
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.

Status dan Kedudukan Bank Indonesia
1.      Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
2.      Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hokum publik maupun badan hokum perdata  ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

KESIMPULAN
Bank juga memiliki sejarah yang penting, dan bank pun memiliki status dan kedudukan seperti Sebagai lembaga negara yang independen dan sebagai badan hokum.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/Museum/Sejarah+Bank+Indonesia/Sejarah+Pra-BI/