Senin, 30 April 2012

BANK DUNIA


PENDAHULUAN
Bank Dunia sendiri sebenarnya didirikan bersama-sama Dana Moneter Internasional (IMF) di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tahun 1944. Tujuannya saat itu adalah menghindari terulangnya Great Depression akibat terjadinya perang dunia kedua. Dengan kata lain, awal pendiriannya ditujukan untuk ikut membangun stabilitas ekonomi global, terutama akibat peperangan ataupun bencana alam. Namun dalam perjalanannya, tujuan ini telah bergeser dan kini aktivitas Bank Dunia justru seringkali menimbulkan kontroversi.

LANDASAN TEORI
Pada pembahasan ini penulis ingin membahas tentang  bank dunia yang didirikan dalam rangka membantu negara-negara yang rusak akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi.

PEMBAHASAN
IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) atau yang lebih dikenal Bank Dunia semula didirikan dalam rangka membantu negara-negara yang rusak akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi. Namun, dalam perkembangan situasi dunia yang relatif tidak diwarnai perang lagi, fungsi bank pun bergeser. Tidak lagi memprioritaskan proyek rekonstruksi, tetapi lebih sebagai channel untuk menyalurkan dana dari negara-negara kaya untuk pembangunan ekonomi negara-negara berkembang atau negara lebih misikin yang membutuhkan (Halwani, 2005).
Pentingnya keberadaan negara ini diakui sangat dirasakan negara berkembang yang pernah menerima bantuan atau pinjaman. Bukan saja karena dana yang disalurkan lebih besar dari lembaga keuangan internasional lainnya, tetapi dibandingkan dengan pinjaman lembaga keuangan komersial, pinjaman Bank Dunia bunganya relatif lebih rendah, yakni disesuaikan dengan bunga yang harus dibayar lembaga itu atas dana yang diperoleh dari pasar modal dunia. Selain itu, juga berjangka pengembalian lebih lama, yakni 20 tahun atau kurang dengan masa tenggang hingga lima tahun (Halwani, 2005).
Karena itu, pinjaman lembaga antarnegara yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods (di New Hampshire, AS) tahun 1944 dan terikat dengan PBB ini sudah tentu relatif lebih aman bagi nasabah yang juga para anggota-anggota Bank Dunia (sekaligus harus juga menjadi anggota IMF), termasuk jika dibandingkan dengan pinjaman IMF. Selama tidak ada unsur perekonomian di dalamnya yang dianggap merugikan kepentingan dalam negeri, bantuan Bank Dunia tidak dianggap kontroversial sifatnya (Halwani, 2005).
Bank Dunia dan IMF didirikan pada saat dan tempat yang sama, yaitu pada tahun 1944 di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, sehingga keduanya sering juga disebut the Bretton Woods Institution (BWIs). Situasi perekonomian dunia yang tidak menentu selama berkecamuknya perang dunia kedua dan pascaperangnya menyebabkan adanya kecemasan akan berulangnya kembali Great Depression (1930). Dengan latar belakang inilah kedua lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan utama untuk ikut membantu stabilitas ekonomi global (Hutagalung, 2009).
Bank Dunia dibentuk pada awalnya untuk membiayai pembangunan kembali Eropa pascaperang dunia kedua. Fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi lebih luas. Tidak lagi terbatas pada upaya akibat rekonstruksi perang, tetapi juga meliputi pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antarnegara. Bank Dunia menyediakan dana-dana yang bersifat lunak (concessional), yang syaratnya lebih lunak dari pinjaman komersial. Saat ini Bank Dunia lebih memfokuskan programnya pada upaya pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (Hutagalung, 2009).
Selama rentang waktu tiga puluh tahun (1967-1998) dukungan Bank Dunia dalam pembangunan di Indonesia mencapai lebih dari 24 milliar dollar AS. Dari jumlah itu, sektor infrastruktur mengambil porsi pinjaman terbesar, yaitu 40 persen. Selanjutnya adalah sektor pertanian sebesar 19 persen, diikuti sektor pendidikan, kesehatan, gizi, dan kependudukan sebesar 13 persen, serta sektor pembangunan perkotaan, air bersih, dan sanitasi yang mencapai 10 persen (Hutagalung, 2009).
Hutagalung (2009) menyatakan bahwa pada dekade 80-an, Bank Dunia mengawali program bantuannya bagi restrukturisasi sektor keuangan, sejalan dengan upaya pemerintah menderegulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan pada kurun waktu 1990-1998, Bank Dunia memberi perhatian yang lebih besar pada masalah lingkungan hidup. Dalam beberapa kasus, Bank Dunia menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai prasyarat pinjaman di sektor tertentu. Misalnya, pada pinjaman untuk sektor pertanian, Bank Dunia mengaitkan pinjaman dengan masalah penghutanan kembali (reforestration) yang memang dipandang mendesak untuk segera dilakukan. Keberatan dari pihak Indonesia kemudian berujung pada pengurangan pinjaman di sektor pertanian (hal ini juga menjelaskan mengapa porsi pinjaman sektor pertanian semakin menurun)

KESIMPULAN
Keberadaan Bank Dunia sejak tahun 1944 telah mempengaruhi perekonomian global secara signifikan. Mulai dari rekonstruksi dan rehabilitasi negara-negara korban perang dunia kedua, hingga program-program pengentasan kemiskinan dan pembangunan berbagai negara berkembang di seantero dunia. Tampaknya kini tidak ada satu negara pun yang terbebas dari pengaruh Bank Dunia, baik kebijakannya, dana pinjamannya, maupun kapitalisme dan liberalisasi keuangan yang dikampanyekannya.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar