PENDAHULUAN
Bank
Dunia sendiri sebenarnya didirikan bersama-sama Dana Moneter Internasional
(IMF) di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tahun 1944.
Tujuannya saat itu adalah menghindari terulangnya Great Depression
akibat terjadinya perang dunia kedua. Dengan kata lain, awal pendiriannya
ditujukan untuk ikut membangun stabilitas ekonomi global, terutama akibat
peperangan ataupun bencana alam. Namun dalam perjalanannya, tujuan ini telah
bergeser dan kini aktivitas Bank Dunia justru seringkali menimbulkan
kontroversi.
LANDASAN TEORI
Pada
pembahasan ini penulis ingin membahas tentang
bank dunia yang didirikan dalam rangka membantu negara-negara yang rusak
akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi.
PEMBAHASAN
IBRD
(International Bank for Reconstruction and Development) atau yang
lebih dikenal Bank Dunia semula didirikan dalam rangka membantu negara-negara
yang rusak akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi. Namun,
dalam perkembangan situasi dunia yang relatif tidak diwarnai perang lagi,
fungsi bank pun bergeser. Tidak lagi memprioritaskan proyek rekonstruksi,
tetapi lebih sebagai channel untuk menyalurkan dana dari negara-negara
kaya untuk pembangunan ekonomi negara-negara berkembang atau negara lebih
misikin yang membutuhkan (Halwani, 2005).
Pentingnya
keberadaan negara ini diakui sangat dirasakan negara berkembang yang pernah
menerima bantuan atau pinjaman. Bukan saja karena dana yang disalurkan lebih
besar dari lembaga keuangan internasional lainnya, tetapi dibandingkan dengan
pinjaman lembaga keuangan komersial, pinjaman Bank Dunia bunganya relatif lebih
rendah, yakni disesuaikan dengan bunga yang harus dibayar lembaga itu atas dana
yang diperoleh dari pasar modal dunia. Selain itu, juga berjangka pengembalian
lebih lama, yakni 20 tahun atau kurang dengan masa tenggang hingga lima tahun
(Halwani, 2005).
Karena
itu, pinjaman lembaga antarnegara yang didirikan sebagai hasil konferensi
Bretton Woods (di New Hampshire, AS) tahun 1944 dan terikat dengan PBB ini sudah
tentu relatif lebih aman bagi nasabah yang juga para anggota-anggota Bank Dunia
(sekaligus harus juga menjadi anggota IMF), termasuk jika dibandingkan dengan
pinjaman IMF. Selama tidak ada unsur perekonomian di dalamnya yang dianggap
merugikan kepentingan dalam negeri, bantuan Bank Dunia tidak dianggap
kontroversial sifatnya (Halwani, 2005).
Bank
Dunia dan IMF didirikan pada saat dan tempat yang sama, yaitu pada tahun 1944
di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, sehingga keduanya sering juga
disebut the Bretton Woods Institution (BWIs). Situasi perekonomian dunia yang
tidak menentu selama berkecamuknya perang dunia kedua dan pascaperangnya
menyebabkan adanya kecemasan akan berulangnya kembali Great Depression
(1930). Dengan latar belakang inilah kedua lembaga tersebut dibentuk dengan
tujuan utama untuk ikut membantu stabilitas ekonomi global (Hutagalung, 2009).
Bank
Dunia dibentuk pada awalnya untuk membiayai pembangunan kembali Eropa
pascaperang dunia kedua. Fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi lebih
luas. Tidak lagi terbatas pada upaya akibat rekonstruksi perang, tetapi juga
meliputi pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antarnegara.
Bank Dunia menyediakan dana-dana yang bersifat lunak (concessional),
yang syaratnya lebih lunak dari pinjaman komersial. Saat ini Bank Dunia lebih
memfokuskan programnya pada upaya pengentasan kemiskinan global, terutama dalam
rangka mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015
(Hutagalung, 2009).
Selama
rentang waktu tiga puluh tahun (1967-1998) dukungan Bank Dunia dalam
pembangunan di Indonesia mencapai lebih dari 24 milliar dollar AS. Dari jumlah
itu, sektor infrastruktur mengambil porsi pinjaman terbesar, yaitu 40 persen.
Selanjutnya adalah sektor pertanian sebesar 19 persen, diikuti sektor
pendidikan, kesehatan, gizi, dan kependudukan sebesar 13 persen, serta sektor
pembangunan perkotaan, air bersih, dan sanitasi yang mencapai 10 persen (Hutagalung,
2009).
Hutagalung
(2009) menyatakan bahwa pada dekade 80-an, Bank Dunia mengawali program
bantuannya bagi restrukturisasi sektor keuangan, sejalan dengan upaya
pemerintah menderegulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan pada kurun
waktu 1990-1998, Bank Dunia memberi perhatian yang lebih besar pada masalah
lingkungan hidup. Dalam beberapa kasus, Bank Dunia menjadikan masalah
lingkungan hidup sebagai prasyarat pinjaman di sektor tertentu. Misalnya, pada
pinjaman untuk sektor pertanian, Bank Dunia mengaitkan pinjaman dengan masalah
penghutanan kembali (reforestration) yang memang dipandang mendesak
untuk segera dilakukan. Keberatan dari pihak Indonesia kemudian berujung pada
pengurangan pinjaman di sektor pertanian (hal ini juga menjelaskan mengapa
porsi pinjaman sektor pertanian semakin menurun)
KESIMPULAN
Keberadaan
Bank Dunia sejak tahun 1944 telah mempengaruhi perekonomian global secara
signifikan. Mulai dari rekonstruksi dan rehabilitasi negara-negara korban
perang dunia kedua, hingga program-program pengentasan kemiskinan dan
pembangunan berbagai negara berkembang di seantero dunia. Tampaknya kini tidak
ada satu negara pun yang terbebas dari pengaruh Bank Dunia, baik kebijakannya,
dana pinjamannya, maupun kapitalisme dan liberalisasi keuangan yang
dikampanyekannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar